Wednesday, November 29, 2006

40 nasehat -5

Nasehat (10): Perpustakaan Kaset di Rumah. Tape Recorder di dalam rumah bisa berfungsi baik atau jelek. Bagaimana menjadikan penggunaannya diridhai oleh Allah ? Diantara sarana untuk itu adalah menjadikan koleksi kaset yang ada di dalam rumah merupakan kaset-kaset Islami dan baik. Yakni rekaman dari para ulama, pembaca Al-Qur’an (qari’ ), penceramah, pemberi nasehat, khatib dll. Sungguh, mendengarkan kaset bacaan Al-Qur’an yang khusyu’ dari suara sebagian imam shalat tarawih misalnya, memiliki pengaruh besar bagi keluarga di rumah. Baik itu pengaruh dari makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an maupun pengaruh terhadap hafalan mereka, karena senantiasa memperdengarkannya kembali, juga pengaruh segi penjagaannya dari pendengaran setan seperti lagu-lagu, sebab telinga dan hati tidak cocok untuk bercampur di dalamnya kalamullah dan lagu-lagu setan.

Betapa banyak kaset-kaset fatwa yang memberikan pengaruh dalam pemahaman fiqh anggota keluarga dalam berbagai persoalan yang mereka hadapi sehari-hari dalam kehidupan mereka. Di antara yang digagaskan dalam masalah ini yaitu mendengarkan fatwa-fatwa rekaman dari para ulama seperti fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan dan lain-lain dari ulama yang terpercaya keilmuan dan agamanya. Umat Islam hendaknya memperhatikan dari mana ia mengambil fatwa agama, karena ini adalah urusan agama. Karena itu, lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu. Kita hendaknya mengambil agama dari orang yang telah dikenal keshalihan dan takwa serta wara’nya, bersandar kepada hadits-hadits shahih dan tidak ta’ashub madzhab, berkata sesuai dengan dalil, konsisten dengan manhaj wasath (pertengahan), tidak terlalu ekstrim dan memberatkan, atau terlalu longgar dan mempermudah, dan dia adalah orang yang mengetahui (khabir) terhadap apa yang kita tanyakan. Allah berfirman:
“(Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia”. (Al-Furqan: 59). Mendengarkan penceramah yang berdakwah menyadarkan umat, menegakkan dalil dan kebenaran serta menolak kemungkaran adalah sesuatu yang amat penting dalam pembangunan pribadi di dalam rumah tangga muslim. Alhamdulillah, kaset-kaset para ulama itu sangat banyak jumlahnya. Tetapi yang penting, setiap muslim harus mengetahui ciri-ciri manhaj (metode) yang benar bagi seorang penceramah sehingga kaset-kasetnya perlu didengarkan dan yang mendengarkan aman karenanya. Di antara ciri-ciri itu adalah:


Penceramah itu harus berada diatas aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, setia kepada sunnah dan meninggalkan bid’ah.
Hendaknya ia bersandarkan pada hadits-hadits shahih dan menghindari hadits-hadits dha’if dan palsu.
Hendaknya ia jeli dan peka dengan kondisi sosial masyarakat serta apa yang mereka alami. Ia harus bisa meletakkan obat tepat pada penyakit. Menyampaikan kepada manusia apa yang bermanfaat dan sangat mereka butuhkan.
Hendaknya ia berani menyampaikan kebenaran sesuai dengan kemampuannya dan tidak berbicara dengan batil.
Kaset-kaset itu perlu diletakkan di laci dengan tertib sehingga gampang diambil, juga akan menjaga kaset tersebut dari hilang, rusak, atau dibuat mainan anak-anak. Kaset-kaset yang baik hendaknya kita usahakan untuk disebarkan melalui peminjaman atau menghadiahkannya untuk orang lain. Dalam pemanfaatan tape recorder ini, adalah baik dengan meletakkan alat tersebut di dapur sehingga akan memberi manfaat kepada ibu rumah tangga, juga di kamar tidur untuk bisa memanfaatkan waktu hingga saat terakhir menjelang kita tidur.Nasehat (11): Mengundang Orang-orang Shalih, Ulama, dan para Penuntut
Ilmu ke Rumah. Firman Allah Ta’ala :
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan”. (Nuh :28). Sungguh masuknya orang-orang beriman dapat menambah cahaya bagi rumahmu. Di samping itu, mengadakan pembicaraan, bertanya dan berdiskusi dengan mereka akan mendatangkan banyak sekali manfaat. Orang yang membawa kesturi mungkin akan memberikannya padamu, atau engkau membeli daripadanya, atau minimal engkau akan dapati daripadanya bau wangi semerbak. Dengan kedatangan mereka, tentu ayah, saudara dan anak-anak ada yang ikut menyambutnya, sedang para wanita akan mendengarkannya dari balik hijab tentang apa yang mereka perbincangkan. Hal itu adalah pendidikan bagi semua. Jika engkau memasukkan suatu kebaikan maka engkau telah menolak masuknya sesuatu yang jelek dan kehancuran. Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum Syari’at tentang Rumah. Di antaranya: Shalat di rumah. Tentang shalat laki-laki, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.” Adapun shalat-shalat wajib tersebut maka wajib dilakukan di masjid, kecuali ada udzur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Shalat tathawwu’ (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi (pahala) amalan tathawwu’ di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki secara berjama’ah dengan shalatnya sendirian“.

Adapun bagi wanita, semakin ke dalam tempat shalatnya dari bagian rumahnya maka semakin utama. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Sebaik-baik shalat kaum wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya“. Agar orang lain tidak menjadi imam di rumahnya, dan tidak boleh duduk seseorang di tempat yang biasa diduduki oleh pemilik rumah kecuali dengan izinnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tidak boleh seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya”.

Maksudnya, tidak boleh maju untuk menjadi imam atas tuan rumah, meski sebetulnya orang lain lebih baik bacaannya daripadanya, atau orang yang memiliki kekuasaan seperti tuan rumah atau imam tetap masjid. Demikian pula seseorang tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah baik itu kursi atau kasur kecuali dengan izinnya. Izin “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu:”Kembali (sajalah)”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (An-Nur: 27-28). “Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya”. (Al-Baqarah: 189). Boleh masuk ke dalam rumah kosong (yang tidak berpenghuni) dengan tanpa izin manakala orang yang masuk tersebut memiliki barang di dalamnya, misalnya rumah yang diperuntukkan bagi tamu. “Tiada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”. (An-Nur : 29). Tidak mengapa makan di rumah kerabat dan rumah teman-teman serta di rumah orang lain yang kita memiliki kuncinya, jika mereka tidak membenci hal tersebut. “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian…”. (An-Nur: 61). Melarang anak-anak dan pembantu masuk ke dalam kamar tidur ibu bapak, tanpa izin, pada waktu-waktu istirahat (tidur). Yaitu sebelum shalat subuh, waktu tidur siang, setelah shalat Isya’, karena ditakutkan pandangan mereka akan tertumbuk pada pemandangan yang tidak sesuai, jika melihat sesuatu tanpa sengaja pada selain waktu-waktu tersebut maka hal itu bisa ditolerir (dimaafkan). Sebab mereka adalah orang-orang yang bercampur di satu rumah dan melayani sehingga sulit untuk menghindari hal tersebut. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat lsya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nur 58). Dilarang mengintip rumah orang lain, tanpa izin mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Barangsiapa mengintip rumah kaum (orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel matanya, maka baginya tidak ada diyat dan tidak pula qishash”. Wanita yang ditalak tidak boleh keluar atau dikeluarkan dari rumahnya selama waktu iddah (menunggu) dengan memberikan infak kepadanya. Allah berfirman: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru”. (Ath-Thalaq: 1). Boleh bagi laki-laki memisahkan (meninggalkan) isteri yang durhaka di dalam atau di luar rumah, sesuai dengan maslahat menurut agama. Adapun memisahkan diri dari isteri di dalam rumah, dalilnya firman Allah :
“Dan pisahkanlah diri dari di tempat tidur mereka”.(An-Nisa’: 34). Adapun dasar memisahkan diri dari isteri di luar rumah adalah seperti yang terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam ,ketika beliau memisahkan diri dari isteri-isteri beliau di dalam kamar-kamar mereka, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam mengasingkan diri di luar rumah isteri-isteri beliau. Tidak menginap di rumah sendirian.
“Dari Ibnu Umar radhiyallah ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyendiri, yakni seorang laki-laki menginap atau bepergian sendirian”. Larangan itu disebabkan karena dengan sendirian ditakutkan akan terjadi sesuatu. Misalnya serangan musuh, pencuri, atau sakit. Adanya teman yang mendampinginya akan menolak keinginan musuh atau pencuri menyerangnya, juga akan membantunya jika dia jatuh sakit. Tidak tidur di lantai atas yang tidak memiliki pagar, agar tidak jatuh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Barangsiapa tidur di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya”.

Sebab orang yang tidur, terkadang - dengan tidak sadar - berguling-guling dalam tidurnya. Jika ia tidur di lantai atas/atap rumah yang tidak memiliki pagar atau pembatas yang menghalanginya, bisa jadi ia akan jatuh ke bawah yang menyebabkannya meninggal dunia. Jika hal itu terjadi,maka tak seorangpun yang berdosa karena kematiannya, semua lepas dari tanggung jawab atas kematian orang tersebut. Di samping hal itu juga menyebabkan pelecehannya terhadap penjagaan Allah padanya, sebab ia tidak mengambil langkah ikhtiar dan sebab. Kucing-kucing piaraan tidak menjadikan najis bejana, bila kucing tersebut minum atau makan daripadanya.
“Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana yang berisi air, lalu seekor kucing menjilat ke dalamnya, ia (tetap) melakukan wudhu. Mereka berkata: “Hai Abu Qatadah, bejana itu telah dijilat oleh kucing”. Ia menjawab: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kucing termasuk di antara anggota keluarga, dan ia termasuk di antara yang mengitari kalian”. Dalam riwayat lain:“Kucing itu tidak najis, sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari kalian”.

40 nasehat-4

Nasehat (6): Perhatian pada Do’a-do’a yang Disyari’atkan dan Sunnah
-sunnah yang Berkaitan dengan Rumah. Di antara contohnya yaitu:Do’a masuk rumah:
Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seorang laki-laki masuk ke dalam rumahnya kemudian menyebut nama Allah Ta’ala ketika dia masuk dan ketika makan, setan berkata: “Kamu tidak punya (jatah) tempat tidur dan tidak pula (jatah) makan di sini”. Dan jika ia masuk dan tidak menyebut nama Allah ketika ia masuk, maka setan berkata: “Kamu mendapatkan (jatah) tempat tidur”. Dan jika tidak menyebut nama Allah ketika makan, setan berkata: “Kamu mendapat (jatah) tempat tidur dan makan”.”
Hadits riwayat Imam Ahmad, Al-Musnad, 3/346 dan Muslim, 3/1599 Do’a keluar rumah:
Dalam Sunan, Abu Daud meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya kemudian mengatakan: “Dengan Nama Allah, aku bertawakkal (menggantungkan diri) kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”, niscaya akan dikatakan kepadanya: “Cukuplah bagimu, engkau telah diberi petunjuk, engkau telah dicukupi dan dijaga “, sehingga setan menyingkir daripadanya. Lalu setan lain berkata kepadanya: “Bagaimana kamu dapat (menggoda) laki-laki yang telah ditunjuki, dicukupi dan dijaga?”.”


Hadits riwayat Abu Daud no. 5095, At-Tirmidzi No. 3426. Dalam Shahihul Jami’, hadits no. 499. Siwak: Dalam Shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallah ‘anha, bahwasanya ia berkata:
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika masuk rumahnya beliau memulai dengan siwak”.
Shahih Muslim, kitab Ath-Thaharah, bab 15, no. 44. Nasehat (7):Rutin Membaca
Surat Al-Baqarah di Rumah untuk Mengusir Setan. Hadits-hadits dalam hal ini di antaranya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya
surat Al-Baqarah”.
Shahih Muslim, cet.Abdul Baqi, 1/539 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah
surat Al-Baqarah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya setan itu tidak masuk ke dalam rumah yang dibaca di dalamnya
surat Al-Baqarah”.
Hadits riwayat Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, 1/561; dan dalam Shahihul Jami ‘, hadits no.1170 Tentang keutamaan dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah serta pengaruh membacanya bagi rumah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menulis suatu kitab sebelum Ia menciptakan langit dan bumi sekitar 2000 tahun, Ia berada di atas Arsy, dan menurunkan dua ayat penutup (terakhir) dari surat Al-Baqarah. Dan tidaklah setan mendekat rumah yang dibacakan di dalamnya kedua ayat tersebut selama tiga malam”.
Hadits riwayat Imam Ahmad di dalam As-Sunnah 4/274 dan selainnya; dalam Shahihul Jami’ hadits no. 1799 ILMU AGAMA DI RUMAH Nasehat (8): Pengajaran Anggota Keluarga Mengajar adalah kewajiban yang mesti dilakukan oleh pemimpin keluarga, sebagai realisasi dari perintah Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu”.(At-Tahrim : 6) Ayat di atas merupakan dasar pengajaran dan pendidikan anggota keluarga, memerintah mereka dengan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Di bawah ini beberapa komentar ahli tafsir tentang ayat tersebut, yakni berkaitan dengan kewajiban yang dibebankan atas pemimpin keluarga. Qatadah berkata: “Dia hendaknya memerintah mereka berbuat taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mencegah mereka dari maksiat kepadaNya, hendaknya menjaga mereka untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan membantu mereka di dalamnya. Maka apabila kamu melihat kemaksiatan, hendaknya engkau menjauhkan mereka daripadanya dan memperingatkan untuk tidak melakukannya”. Adh-Dhahhak dan Muqatil berkata: “Merupakan kewajiban setiap muslim, mengajarkan keluarganya dari kerabat dan hamba sahayanya akan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dan apa yang dilarangNya”. Ali radhiyallah ‘anhu berkata: “Ajari dan didiklah mereka”. Al-Kiya At-Thabari berkata: “Kita hendaknya mengajari anak-anak dan keluarga kita masalah agama dan kebaikan, serta apa-apa yang penting dan dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak”. Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan kita mengajari wanita-wanita hamba sahaya yakni bukan orang-orang merdeka, maka apatah lagi halnya dengan anak-anakmu dan keluargamu yang merdeka?” Imam Bukhari dalam Shahihnya, Bab Pengajaran Laki-laki terhadap Hamba Sahaya Perempuan dan Keluarganya, menulis hadits: “Tiga orang yang mendapat dua pahala: … dan seorang laki-laki yang memiliki hamba sahaya perempuan lalu ia mendidiknya dengan baik, mengajarinya dengan baik, kemudian ia memerdekakannya lalu menikahinya maka baginya dua pahala.” Dalam penjelasan hadits di atas, Ibnu Hajar mengatakan: “Kesesuaian hadits dengan tarjamah - maksudnya judul bab - dalam masalah hamba sahaya perempuan adalah dengan nash, dan dalam masalah keluarga dengan qiyas, sebab perhatian dengan keluarga yang merdeka dalam soal pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan sunnah-sunnah RasulNya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatian kepada hamba sahaya perempuan”. Karena adanya kesibukan dan tugas serta ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan waktu bagi dirinya sehingga bisa mengajari keluarganya. Diantara jalan pemecahan dalam persoalan ini yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam seminggu sebagai waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat lain untuk menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan hari tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar menepati dan datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun kepada anggota keluarga yang lain. Berikut ini adalah apa yang terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Imam Bukhari berkata: “Bab: Apakah bagi Wanita Disediakan Hari Khusus untuk Ilmu?” Lalu menyitir hadits Abu Said AI-Khudri radhiyallah ‘anhu :“
Para wanita berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Kami telah dikalahkan kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu hari dari dirimu”, lalu Rasulullah menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka”. Ibnu Hajar berkata: “Dalam riwayat Sahl bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah mirip dengan kisah ini, ia berkata; “Perjanjian kalian di rumah Fulanah, maka Rasulullah mendatangi mereka dan memberi ceramah kepada mereka”. Dari hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan akan pentingnya pengajaran para wanita di rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa besar perhatian para sahabat wanita dalam masalah belajar, juga menunjukkan bahwa mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya kepada laki-laki dengan meninggalkan kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da’i dan pemimpin rumah tangga. Sebagian pembaca mungkin berkata, misalnya, kita telah meluangkan waktu sehari dalam seminggu dan hal itu telah kita kabarkan kepada anggota keluarga, lalu apa yang akan kita berikan dalam pertemuan (majlis) tersebut? Dan bagaimana pula memulainya? Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, Penulis mencoba memberikan ide dalam hal ini sehingga menjadi manhaj (program) sederhana untuk mengajar anggota keluarga secara umum dan bagi kaum wanita secara khusus.


Tafsir Al-Allamah Ibnu Sa’di, yaitu Tafsir Taisirul Karim Ar-Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan. Terdiri dari tujuh jilid, sajian dan bahasannya mudah. Tafsir ini bisa ditelaah dan dibaca per
surat atau semampunya dalam tiap kali pertemuan.
Riyaadhus Shaalihiin dengan komentar dan keterangan serta pelajaran yang bisa diambil dari tiap hadits. Dalam hal ini bisa merujuk pada kitab Nuzhatul Muttaqiin.
Husnul Uswah Bimaa Tsabata Anillaahi Waraasuulihi Fin Niswah, karya Shiddiq Hasan Khan.
Juga penting untuk diajarkan kepada wanita beberapa persoalan hukum Fiqh, misalnya hukum bersuci, haid, hukum shalat dan zakat, puasa dan haji, jika mereka telah bisa melakukannya. Demikian pula hukum makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, sunnah-sunnah fithrah dan para mahram, hukum lagu, gambar dan sebagainya. Diantara rujukan-rujukan penting dalam masalah-masalah tersebut yaitu fatwa-fatwa para ulama seperti Kumpulan Fatwa-fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan ulama lain selain mereka, baik itu berupa buku maupun rekaman kaset. Termasuk dalam kategori jadwal pengajaran wanita dan keluarga adalah dengan mengingatkan mereka untuk mengikuti berbagai ceramah umum yang disampaikan oleh para ulama, atau penuntut ilmu yang terpercaya di bidangnya, jika hal itu memungkinkan. Hal ini untuk lebih banyak memberikan referensi dan sumber pengajaran, juga untuk variasi. Selain itu, jangan pula dilupakan masalah mendengarkan siaran bacaan Al-Qur’anul Karim serta menaruh perhatian kepadanya. Termasuk dalam rangka penyediaan sarana pengajaran adalah mengingatkan anggota keluarga pada hari-hari tertentu agar para wanitanya menghadiri pameran buku-buku Islami, tetapi dengan memperhatikan syarat-syarat bepergian yang telah diatur agama. Nasehat (9): Buatlah Perpustakaan di Rumahmu. Diantara yang membantu proses pengajaran bagi keluarga adalah pemberian kesempatan belajar agama dan menolong mereka untuk mentaati hukum-hukum syari’at dengan membuat perpustakaan Islami di rumah, tidak harus besar, tetapi yang penting bisa menyeleksi buku-buku penting, menempatkannya di tempat yang gampang diambil, dan menganjurkan anggota keluarga untuk membacanya. Hendaknya di ruang dalam disediakan kamar yang bersih dan tertib, cocok untuk meletakkan buku-buku, di kamar tidur, juga di ruang tamu, sehingga memberi kesempatan kepada anggota keluarga membaca buku dengan teratur. Diantara perpustakaan yang baik dan efisien - dan sungguh Allah menyukai yang baik dan efisien - adalah hendaknya perpustakaan itu memuat sumber-sumber yang daripadanya bisa dicari pembahasan dan pemecahan berbagai persoalan, bermanfaat untuk anak-anak di sekolah, dan hendaknya pula memuat buku-buku untuk tingkatan yang beragam, juga buku-buku yang cocok untuk orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Jika mampu, bisa pula disediakan buku-buku khusus hadiah bagi tamu dan kawan anak-anak serta pengunjung keluarga, dengan memperhatikan soal cetakan yang menarik, buku yang telah diteliti dan diedit, serta hadits-haditsnya telah diperiksa dan diterangkan secara jelas. Untuk mendirikan perpustakaan rumah, bila perlu dengan memanfaatkan pameran buku-buku setelah meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada orang yang ahli di bidang perbukuan.

Diantara yang membantu memudahkan mencari buku-buku yaitu dengan menertibkan buku-buku sesuai judulnya. Misalnya buku tafsir di rak tersendiri, demikian pula hadits, fiqh dan seterusnya. Salah seorang anggota keluarga hendaknya ada yang menata daftar buku sesuai dengan abjad dan judul, sehingga akan memudahkan pencarian buku, sebab terkadang banyak orang yang senang membaca buku-buku keislaman menanyakan nama-nama buku tersebut pada perpustakaan rumah. Di bawah ini ada beberapa usulan dalam masalah buku-buku penting bagi perpustakaan rumah: Tafsir: Tafsir lbnu Katsir, Tafsir lbnu Sa’di, Zubdatut Tafsir karya Al-Asyqar, Ushulut Tafsir karya Ibnu Utsaimin, dan Lamahaat fii Uluumil Qur’an karya Muhammad Ash-Shabbagh. Hadits: Shahihul Kalimith Thayyib, Amalul Muslimi fil Yaum wal Lailah, Riyadhush Shalihin dan keterangannya, Nuzhatul Muttaqin, Mukhtashar Shahih Al-Bukhari karya Zubaidi, Mukhtashar Shahih Muslim karya Mundziri dan Al-Albani, Shahihul Jami’ Ash-Shaghier, Dha’iful Jami’ Ash-Shaghier, Shahihut Targhib wat Tarhib, As-Sunnah wa Makaanatuha fit Tasyrii’, Qawa’id wa Fawa’id Minal Arba’in An-Nawawiyyah karya Nazhim Sulthan. Aqidah: Fathul Majid Syarhu KitabAt-Tauhid dengan tahqiq Arna’uth, A’laamus Sunnah Al-Mansyurah karya Al Hakamy,Ma’arijul Qabuul karya Al—Hakamy, Syarhul Aqidah Ath-Thahawiyah dengan tahqiq Al-Albani, Silsilatul Aqidah karya Umar Sulaiman Al-Asyqar (8 ]uz), Asyraatus Saa’ah karya Dr.Yusuf Al-Wabil. Fiqh: Manaarus Sabil karya Ibnu Dhauyan, Irwaa’ul Ghalil karya Al-Albani, Zaadul Ma’aad, Al-Mughni karya lbnu Qudamah, Fiqhus Sunnah, Al-Mulakhkhashul Fiqhi karya Shalih Fauzan, Majmu’atu Fataawa Al-Ulama (Abdul Aziz bin Baaz, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Abdullah bin Jibrin), Shifatu Shalatin Nabi karya Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Mukhtashar Ahkamil Jana’iz karya Al-Albani. Akhlaq dan Penyucian Jiwa: Tahdzibu Madarijis Salikin, Al-Fawa’id, Al-Jawabul Kaafi, Thariqul Hijratain Wa Baabus Sa’adatain, Al-Wabilush Shayyib Wa Rafi’ul Kalimith Thayyib karya Ibnul Qayyim, Lathaa’iful Ma’aarif karya lbnu Rajab, Tahdzibu Mau’idhatil Mukminin, Ghidza’ul Albab. Sejarah dan Biografi: Al-Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir, Mukhtashar Asy-Syamaa’il Al Muhammadiyyah karya At-Turmudzi, Ar-Rahiiqul Makhtum, Al- ‘Awaashim minal Qawaashim karya Ibnul Arabi tahqiq Al-Khatib dan Al-Istanbuli, Al-Mujtama’ Al- Madani (1-2) karya Akram Al-Umari, Siyaru A’laamin Nubala’, Manhaju Kitaabit Tarikh Al-lslami karya Muhammad bin Shamil As-Salami.

Di samping itu, masih banyak lagi kitab-kitab di bidang lain. Misalnya kitab-kitab karya Imam Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kitab-kitab karya Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Juga kitab-kitab Umar bin Sulaiman Al-Asyqar, Syaikh Muhammad bin Ahmad bin
Ismail Al-Muqaddam, Ustadz Muhammad Muhammad Husein, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Ustadz Husain Uwaisyah dalam Raqa’iq, Kitabul Iman karya Muhammad Na’im Yasin, Al-Wala’ wal Bara’ karya Syaikh Muhammad Said Al-Qahthani, Al-Inhiraafaat Al-Aqadiyah fil Qarnain Ats-Tsani Asyar wats Tsalits Asyar karya Ali Az-Zahrani, Al-Muslimun Wa Dhahiratul Hazimah An-Nafsiyah karya Abdullah Asy-Syabanah, Al-Mar’ah Bainal Fiqhi Wal Qaanun karya Musthafa As-Siba’i, Al-UsratuI Muslimah Amamal Fiidiyu Wal Tilifiziyun karya Marwan Kack, Al-Mar’atul Muslimah I’daaduha Wa Mas’uuliyatuha karya Ahmad Ababathin, Mas’uuliyatul Ab Al-Muslim fii Tarbiyati Waladihi karya Adnan Baharits, Hijaabul Muslimah karya Ahmad Al-Barazi, Wajaa ‘a Daurul Majuus karya Abdullah Muhammad Al-Gharib, juga buku-buku karya Syaikh Bakar Abu Zaid dan Ustadz Masyhur Hasan Salman. Selain itu masih banyak lagi buku-buku yang bermanfaat. Apa yang kami sebutkan di atas hanyalah sebagai contoh, tidak berarti kami membatasi. Di samping itu, saat ini telah pula merebak kecenderungan buku-buku kecil dan praktis yang banyak bermanfaat. Kalau kita catat di sini, tentu tak memungkinkan, karena itu masing-masing hendaknya meminta pendapat orang ahli dan teliti dalam menyeleksinya. Dan sungguh, barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscaya Ia akan pahamkan orang tersebut dalam masalah agama.

40 nasehat -3

ASPEK KEIMANAN DI RUMAH


Nasehat (3): Jadikanlah Rumah sebagai Tempat Dzikrullah (Mengingat Allah).

Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:“Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati”.
Hadits riwayat Muslim dan Abu Musa 1/539, cet. Abdul Baqi

Karena itu rumah harus dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca shalawat dan Al-Qur’an, atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca buku-buku lain yang bermanfaat. Saat ini betapa banyak rumah-rumah umat Islam yang mati karena tidak ada dzikrullah di dalamnya, sebagaimana disebutkan oleh hadits di atas. Dan apatah lagi manakala yang menjadi dendangan di dalam rumah itu adalah syair-syair dan lagu-lagu setan, menggunjing, berdusta dan mengadu domba? Apatah lagi jika rumah-rumah itu penuh dengan kemaksiatan dari kemungkaran, seperti ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis) yang diharamkan, tabarruj (pamer kecantikan dan perhiasan) di antara kerabat yang bukan mahram atau kepada tetangga yang masuk ke rumah?


Bagaimana mungkin malaikat akan masuk ke dalam rumah dengan keadaan seperti itu? Karena itu hidupkanlah rumahmu dengan dzikrullah! Mudah-mudahan Allah merahmatimu.


Nasehat (4): Jadikan Rumahmu sebagai Kiblat.

Maksudnya, menjadikan rumah sebagai tempat beribadah.
Allah berfirman:
“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu sebagai kiblat dan dirikanlah shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman”. (Yunus: 87). Ibnu Abbas berkata: “Maksud disuruh menjadikan rumah-rumah mereka sebagai kiblat yaitu mereka diperintahkan menjadikan rumah-rumah itu sebagai masjid-masjid (tempat beribadah)”. Ibnu Katsir berkata: “Hal ini seakan-akan - Wallahu a’lam - ketika siksaan dan tekanan Fir’aun beserta kaumnya semakin menjadi-jadi atas mereka, maka mereka disuruh untuk memperbanyak shalat sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”.(Al-Baqarah: 153).

Dalam hadits:“Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menghadapi suatu kesulitan, maka beliau melakukan shalat”. Tafsir Ibnu Katsir, 4/224.

Hal ini menegaskan betapa pentingnya ibadah di dalam rumah-rumah,terutama dalam waktu-waktu lemah dan tertindas, demikian pula dalam beberapa kesempatan manakala umat Islam tidak mampu menampakkan shalat mereka di hadapan orang-orang kafir. Dalam hal ini kita juga perlu mengenang kembali mihrab Maryam, yakni tempat peribadatan beliau, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
“Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab ia dapati makanan di sisinya”. (Ali lmran : 37)
Para sahabat juga amat memperhatikan masalah shalat di dalam rumah mereka selain shalat fardhu. Sebuah kisah di bawah ini menarik sebagai pelajaran bagi kita :”Dari Mahmud bin Ar-Rabi’ Al-Anshari, bahwasanya Itban bin Malik - dia adalah salah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam yang ikut serta dalam perang Badar, dari kaum Anshar - ia datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam lalu berkata: “Wahai Rasulullah!, pandanganku telah menipu tapi aku tetap shalat bersama kaumku, apabila turun hujan, mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka sehingga aku (tak) bisa datang ke masjid mereka dan shalat bersama-sama, aku sangat ingin wahai Rasulullah, jika engkau datang kepadaku dan shalat di dalam rumahku sehingga aku menjadikannya sebagai mushalla (tempat shalat)”. Ia berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda kepadanya: “Akan aku lakukan Insya Allah”.” Itban berkata: “Maka berangkatlah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dan Abu Bakar ketika siang (nampak) meninggi, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam meminta izin, lalu aku mengizinkan kepada beliau, beliau tidak duduk sebelum masuk ke dalam rumah lalu beliau berkata: “Di bagian mana engkau suka aku melakukan shalat dari rumahmu?” . “Ia berkata: “Maka aku tunjukkan kepada beliau suatu arah dari rumahku, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam berdiri kemudian bertakbir, lalu kami semua berdiri membentuk barisan, dan Nabi Shallallahu alaihi wasalam shalat dua rakaat kemudian salam”.

Dalam memetik pelajaran dari hadits di atas, Ibnu Hajar berkata: “Di situ merupakan pelajaran, agar kita menggunakan tempat tertentu untuk melakukan shalat dalam rumah. Adapun larangan untuk menjadikan tempat tertentu dalam masjid adalah hadits Abu Daud, dan itu jika ia lakukan untuk riya’ atau yang sejenisnya. Menjadikan tempat tertentu dalam rumah untuk shalat bukan berarti menjadikan tempat tersebut sebagai wakaf - tidak berlaku padanya hukum wakaf - meski secara umum dikategorikan dengan nama masjid. Nasehat (5): Pendidikan Keimanan untuk Anggota Keluarga.

Dari Aisyah radhiallahu anha ia berkata:Suatu ketika Rasullah Shallallahu alaihi wasalam, mengerjakan shalat malam, ketika akan witir beliau mengatakan: “Bangunlah, dan dirikanlah shalat witir wahai Aisyah!”.
“Allah mengasihi laki-laki yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan isterinya sehingga shalat, jika tidak mau ia memerciki wajahnya dengan air”.
Hadits riwayat Muslim, Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi, 6/23

Membiasakan dan menganjurkan para isteri dengan sedekah adalah sesuatu yang bisa menambah iman, ia adalah perkara agung yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dengan sabdanya:“Wahai segenap wanita, bersedekahlah kalian. Sesungguhnya aku melihat bahwa kalian adalah sebanyak-banyak penduduk Neraka”.
Hadits riwayat Ahmad dan Abu Daud; Shahihul jami’ , hadits no.3488


Di antara ide yang bagus adalah dengan meletakkan kotak amal di dalam rumah untuk orang-orang miskin, sehingga setiap uang yang masuk di dalamnya menjadi hak bagi orang-orang yang membutuhkannya, karena itulah tempat dana mereka di dalam rumah orang muslim. Jika anggota keluarga melihat seorang panutan yang membiasakan puasa pada ayyaamul biidh (pertengahan setiap bulan Qamariyah, yaitu tanggal 13, 14, 15), hari Senin dan Kamis, hari Asyura, hari Arafah, pada banyak hari di bulan Muharram dan Sya’ban, niscaya akan mendorong anggota keluarga yang lain untuk mengikutinya

"40 nasehat memperbaiki RT

Beberapa Metode Memperbaiki Isteri:

Memperhatikan dan meluruskan berbagai macam ibadahnya kepada Allah Ta’ala. Kupasan dalam masalah ini ada dalam pembahasan berikutnya.
Upaya meningkatkan keimanannya, misalnya:
Menganjurkannya bangun malam untuk shalat tahajjud
Membaca Al Qur’anul Karim.
Menghafalkan dzikir dan do’a pada waktu dan kesempatan tertentu.
Menganjurkannya melakukan banyak sedekah.
Membaca buku-buku Islami yang bermanfaat.
Mendengar rekaman kaset yang bermanfaat, baik dalam soal keimanan maupun ilmiah dan terus mengupayakan tambahan koleksi kaset yang sejenis.
Memilihkan teman-teman wanita shalihah baginya sehingga bisa menjalin ukhuwah yang kuat, saling bertukar pikiran dalam masalah-masalah agama serta saling mengunjungi untuk tujuan yang baik.
Menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya. Misalnya dengan menjauhkannya dari

“40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga”-1

“40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga”
Agustus 12th, 2006

40 NASEHAT MEMPERBAIKI RUMAH TANGGA
Oleh : Syaikh Muhammad Shalih Al-MunajjidJudul Asli: 40 نصيحة لإصلاح البيوتPenerbit Asal: Dar Al- Daftar Isi : MUKADDIMAH
Rumah Adalah Nikmat
Yang Mendorong Seorang Muslim MemperhatikanIshlah (Perbaikan) Rumahnya
Apa Sarana-sarana untuk Memperbaiki Rumah? MEMBANGUN RUMAH TANGGA
Nasehat (1): Memilih Isteri yang Tepat
Nasehat (2): Upaya Membentuk (Memperbaiki) isteri ASPEK KEIMANAN DI RUMAH
Nasehat (3): Jadikanlah Rumah sebagai Tempat Dzikrullah (Mengingat Allah)
Nasehat (4):Jadikan Rumahmu Sebagai Kiblat
Nasehat (5): Pendidikan Keimanan untuk Anggota Keluarga
Nasehat (6): Perhatian pada Do’a-do’a yang Disyariatkan dan Sunnah-sunnah yang Berkaitan dengan Rumah
Nasehat (7): Rutin Membaca Surat Al-Baqarah di Rumah untuk Mengusir Setan ILMU AGAMA DI RUMAH
Nasehat (8): Pengajaran Anggota Keluarga
Nasehat (9): Buatlah Perpustakaan di Rumahmu
Nasehat (10): Perpustakaan Kaset di Rumah
Nasehat (11): Mengundang Orang-orang Shalih, Ulama dan para Penuntut Ilmu ke Rumah
Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum Syariat tentang Rumah ASPEK SOSIAL Dl RUMAH
Nasehat (13): Memberi Kesempatan untuk Mendiskusikan Persoalan-persoalan Keluarga
Nasehat (14): Tidak Menampakkan Konflik Keluarga di depan Anak-anak
Nasehat (15): Tidak Membolehkan Masuk Rumah kepada Orang yang Tidak Baik Agamanya
Peringatan :Usahakan Semampu Mungkin untuk Lebih Banyak Berada di Rumah
Nasehat (16): Teliti dalam Mengamati Keadaan Anggota Keluarga
Nasehat (17): Perhatian terhadap Anak-anak di Rumah
Nasehat (18): Mengatur Waktu Tidur dan Makan
Nasehat (19): Meluruskan Pekerjaan Wanita di Luar Rumah
Nasehat (20): Menjaga Rahasia Rumah Tangga BEBERAPA AKHLAK DI RUMAH
Nasehat (21): Mentradisikan Pergaulan yang Baik (Keramahan) di Rumah
Nasehat (22): Membantu Anggota Keluarga dalam Pekerjaan Rumah
Nasehat (23): Bersikap Lembut dan Bercanda dengan Keluarga
Nasehat (24): Menyingkirkan Akhlak Buruk di Rumah
Nasehat (25): Gantungkanlah Cambuk shg Bisa Dilihat oleh Anggota Keluarga KEMUNGKARAN-KEMUNGKARAN DALAM RUMAH
Nasehat (26): Waspada terhadap Masuknya Kerabat yang Bukan Mahram kepada Isteri yang Ada di Rumah ketika Suami sedang Tiada
Nasehat (27): Memisahkan antara Laki-laki dengan Wanita dalam Acara Kunjungan Silaturahim Keluarga
Nasehat (28): Waspada terhadap Bahaya Sopir dan Pembantu di Rumah
Nasehat (29): Keluarkanlah Orang yang Bersikap Kebanci-bancian dari Rumahmu
Nasehat (30): Waspadalah-terhadap Bahaya Film
Nasehat (31): Berhati-hati dari Kejahatan Telepon
Nasehat (32): Wajib Menghilangkan setiap Identitas –Apapun Bentuknya - Agama Batil Orang-orang Kafir, Termasuk Sesembahan dan Tuhan Mereka
Nasehat (33): Menghilangkan Gambar-gambar Makhluk Bernyawa
Nasehat (34): Laranglah Merokok di Rumahmu
Nasehat (35): Jangan Memelihara Anjing di Rumah
Nasehat (36): Menjauhi dari Menghias Rumah dengan Aneka Warna (Berlebih-lebihan) RUMAH DIPANDANG DARI DALAM DAN DARI LUAR
Nasehat (37) : Memilih Lokasi dan Desain Rumah Yang Tepat
Nasehat (38): Memilih Tetangga sebelum Memilih Rumah
Nasehat (39): Memperhatikan Perbaikan yang Perlu Serta Menyediakan Sarana Kenyamanan
Nasehat (40): Memperhatikan Kesehatan Anggota Keluarga dan Pengobatannya MUQADIMAH
Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan, serta ampunanNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu-nafsu kita dan dari kejahatan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tak seorangpun yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Rumah Adalah Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
”Dan sesungguhnya Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.” (An-Nahl : 80) Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kesempurnaan nikmatNya atas hambaNya, dengan apa yang Dia jadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan tempat tinggal mereka. Mereka kembali kepadanya, berlindung dan memanfaatkannya dengan berbagai macam manfaat”1. Banyak sekali kegunaan rumah bagi seseorang. Ia adalah tempat makan, tidur, istirahat, dan berkumpul dengan keluarga, isteri dan anak-anak, juga tempat melakukan kegiatan yang paling pribadi dari masing-masing anggota keluarga. Allah berfirman :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. (Al-Ahzab :33) Jika kita renungkan keadaan orang-orang yang tidak memiliki rumah, yakni orang-orang yang hidup di pengasingan, di emper-emper jalan serta para pengungsi yang terusir di perkemahan-perkemahan sementara, niscaya kita memahami benar nikmatnya ada di rumah. Tentu kita akan terenyuh dan haru mendengar orang misalnya dia mengatakan : “Saya tidak punya tempat tinggal tetap, terkadang saya tidur di rumah si Fulan, terkadang di kedai kopi, kebun atau di pantai, lemari bajuku ada di dalam mobil.”Dengan demikian kitapun akan memahami makna keberserakan karena tidak memiliki tempat tinggal atau rumah. Ketika Allah menyiksa orang-orang Yahudi Bani Nadhir, Allah mengambil dari mereka nikmat rumah ini, Allah mengusir mereka dari kampung halaman mereka. Allah berfirman :
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung pada saat pengusiran pertama kali.”(Al-Hasyr:2) Kemudian firmanNya :
“Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2)Yang Mendorong Seorang Muslim Memperhatikan ISHLAH (Perbaikan) Rumahnya


Menjaga diri dan keluarga dari api Neraka jahannam dan selamat dari siksa yang menyala-nyala.
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(At-Tahrim : 6)

Besarnya tanggung jawab yang dibebankan terhadap pemimpin rumah di hadapan Allah pada hari perhitungan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggung jawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya”.
Hadits Hasan, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’ , no.1775; As-Silsilah Ash- Shahihah no.1636.
Rumah adalah tempat menjaga diri dan keselamatan dari berbagai kejahatan dan menolak dari bahaya manusia lain; rumah adalah tempat perlindungan ketika terjadi fitnah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Beruntunglah orang yang menguasai lisannya dan lapang rumahnya serta menangis atas kesalahannya.”
Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath dari Tsauban dan terdapat dalam Shahihul Jami’, no.3824.
Dan beliau bersabda :“


Lima hal yang barangsiapa mengerjakan salah satu daripadanya maka ia akan mendapat jaminan dari Allah. Yaitu : orang yang menjenguk orang sakit, orang yang pergi berperang, atau orang yang masuk kepada pemimpinnya dengan maksud menegurnya atau mengingatkannya, atau ia duduk di rumahnya sehingga orang-orang selamat dari (ganggguan)nya dan ia selamat dari (gangguan) mereka.
Hadits riwayat Ahmad (5/241) “Keselamatan seseorang dalam fitnah yaitu ia senantiasa mendiami rumahnya.”
Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus dari Abu Musa; terdapat dalam Shahihul jami’ no.3543, dan lafazh dalam Sunan oleh Ibnu Abi ‘Ashim, no.1021. Dalam takhrij ia mengatakan : “Hadits ini shahih “.
Orang muslim akan merasakan faedah ini ketika ia dalam keadaan terasing, saat ia tidak bisa mengubah kemungkaran-kemungkaran yang ada, maka dia memiliki tempat berlindung ketika kembali ke rumahnya. Rumah itu akan menjaga dirinya dari perbuatan dan pandangan yang dilarang, menjaga isterinya dari tabarruj (pamer kecantikan dan hiasan) serta menjaga anak-anaknya dari teman-teman yang jahat.



Sesungguhnya sebagian besar manusia menggunakan waktunya di dalam rumah, terutama pada musim panas dan dingin yang menyengat, pada musim hujan, permulaan dan akhir siang, ketika selesai dari kerja atau sekolah, karena waktu-waktu tersebut semestinya digunakan dalam ketaatan, jika tidak tentu akan habis untuk melakukan hal-hal yang dilarang.

Ini yang terpenting, bahwa perhatian terhadap rumah merupakan sarana yang paling besar untuk membangun masyarakat muslim. Karena sebuah masyarakat ini terdiri dari rumah-rumah. Rumah-rumah adalah unsur dasar suatu masyarakat. Rumah-rumah itu membentuk suatu perkampungan dan perkampungan-perkampungan itu adalah masyarakat. Jika unsur dasarnya baik, niscaya akan kuatlah masyarakat kita dengan hukum-hukum Allah, tegar dalam menghadapi musuh-musuh Allah, memancarkan kebaikan dan tidak menimbulkan kejahatan.
Dari sebuah rumah yang Islami akan lahir penopang-penopang perbaikan bagi masyarakat, berupa da’i-da’i teladan, penuntut ilmu, mujahid yang sesungguhnya, isteri shalihah, ibu pendidik dari unsur pembangun kebaikan lainnya. Jika sedemikian penting problem tersebut, sementara rumah-rumah kita penuh dengan kemungkaran dan kelalaian, meremehkan dan melampaui batas, maka dari sini timbul tanda tanya besar:
APA SARANA-SARANA UNTUK MEMPERBAIKI RUMAH? Kepada para pembaca, penulis suguhkan jawabannya, nasehat-nasehat dalam persoalan ini, mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada kita dengannya, dan mudah-mudahan Allah mengarahkan semangat putra-putri Islam untuk membawa risalah (tugas) perbaikan rumah Islami dari awal.Nasehat ini dimaksudkan untuk dua hal, mendapatkan maslahat (kebaikan) yakni dengan amar ma’ruf atau mencegah kerusakan yakni menghilangkan kemungkaran. Semoga bermanfaat.

1. Tafsir Ibnu Katsir, cet. Daarusy Sya’bi,4/509 MEMBANGUN RUMAH TANGGA


Nasehat (1): Memilih Istri yang Tepat

Allah berfirman:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur: 32). Hendaknya seseorang memilih isteri shalihah dengan syarat-syarat sebagai berikut:“Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin, merana)”.
Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132.

“Dunia semuanya adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah”.
Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat An-Nasa’i dari Ibnu Amr, Shahihul Jami’, hadits no.3407“Hendaklah salah seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat”.
Hadits riwayat Ahmad (5/282), At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul Jami’, hadits no. 5231

Dalam riwayat lain disebutkan :“Dan isteri shalihah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia”.
Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab dari Abu Umamah. Lihat Shahihul Jami’, hadits no. 4285

“Kawinilah perempuan yang penuh cinta dan yang subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat.”
Hadits riwayat Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwa ‘ul Ghalil, “Hadits ini shahih“, 6/195“(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit (qana’ah)”.
Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623

Dalam riwayat lain disebutkan : “Lebih sedikit tipu dayanya”.
Sebagaimana wanita shalihah adalah salah satu dari empat sebab kebahagiaan maka sebaliknya wanita yang tidak shalihah adalah salah satu dari empat penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits shahih:“Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah, engkau memandangnya lalu engkau kagum dengannya, dan engkau pergi daripadanya tetapi engkau merasa aman dengan dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu”
Hadits riwayat Ibnu Hibban dan lainnya, dalam As-Silsilah Ash- Shahihah, hadits no. 282

Sebaliknya, perlu memperhatikan dengan seksama keadaan orang yang meminang wanita muslimah tersebut, baru mengabulkannya setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : “Jika datang kepadamu seseorang yang engkau rela terhadap akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar”.
Hadits riwayat Ibnu Majah 1967, dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits no. 1022Hal-hal di atas perlu dilakukan dengan misalnya bertanya, melakukan penelitian, mencari informasi dan sumber-sumber berita terpercaya agar tidak merusak dan menghancurkan rumah tangga yang bersangkutan.” Laki-laki shalih dengan wanita shalihah akan mampu membangun rumah tangga yang baik, sebab negeri yang baik akan keluar tanamannya dengan izin Tuhannya, sedang negeri yang buruk tidak akan keluar tanaman daripadanya kecuali dengan susah payah.

Nasehat (2): Upaya Membentuk (Memperbaiki) Isteri.

Apabila isteri adalah wanita shalihah maka inilah kenikmatan serta anugerah besar dari Allah Ta’ala. Jika tidak demikian, maka kewajiban kepala rumah tangga adalah mengupayakan perbaikan. Hal itu bisa terjadi karena beberapa keadaan. Misalnya, sejak semula ia memang menikah dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki agama, karena laki-laki tersebut dulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama. Atau ia menikahi wanita tersebut dengan harapan kelak ia bisa memperbaikinya, atau karena tekanan keluarganya. Dalam keadaan seperti ini ia harus benar-benar berusaha sepenuhnya sehingga bisa melakukan perbaikan. Suami juga harus memahami dan menghayati benar, bahwa persoalan hidayah (petunjuk) adalah hak Allah. Allah-lah yang memperbaiki. Dan di antara karunia Allah atas hambaNya Zakaria adalah sebagaimana difirmankan: “Dan Kami perbaiki isterinya”. (Al-Anbiya’: 90). Perbaikan itu baik berupa perbaikan fisik maupun agama. Ibnu Abbas berkata: “Dahulunya, isteri Nabi Zakaria adalah mandul, tidak bisa melahirkan maka Allah menjadikannya bisa melahirkan”. Atha’ berkata: Sebelumnya, ia adalah panjang lidah, kemudian Allah memperbaikinya”.

“Sakinah Mawaddah Wa Rahmah”

“Sakinah Mawaddah Wa Rahmah”

November 2nd, 2006
Dulu, ketika mendengar ceramah atau doa dari ustadz-ustadz(ah) agar
keluarga kita menjadi menjadi keluara yang sakinah, mawaddah wa
rahmah saya tidak terlalu paham, apa yang dimaksud dengan keluarga
sakinah, mawaddah wa rahmah. Saya hanya tahu sakinah artinya tenang,
tentram.

Pelan-pelan saya faham, sakinah artinya tenang/tentram, mawaddah
artinya bahagia, wa = dan, sedangkan rahmah artinya mendapat
rahmah/cinta. Hanya itu.

Sampai beberapa hari yang lalu ketika kami membahas cerita di sebuah
buku tentang seorang pemuda yang tidak ingin menikah karena belum
menemukan wanita yang sesuai dengan kriterianya ditambah begitu
banyaknya persyaratan dari orang tuanya tentang sang calon menantu.

Menurut pandangan pemuda di cerita tersebut, gadis-gadis jaman
sekarang banyak yang tidak lagi menjalankan hidup sesuai dengan
islam, dari pakaiannya yang tidak menutup aurat, penampilan dan cara
bergaulnya yang ‘kebarat-baratan’, bahkan sampai cara berjalannya
yang tidak islami. Kebetulan ia dibesarkan dilingkungan teman-teman
yang islami yang telah menikah dengan wanita-wanita islami, namun ia
sendiri bukan berasal dari keluarga yang harmonis. Orangtuanya
selalu ribut, bersikeras dengan pendapat masing-masing dan memiliki
sifat yang tidak sabar.

Akhirnya pemuda yang kebetulan seorang dokter terkenal tersebut
tenggelam dengan kesibukannya sebagai dokter dan mempelajari Al-
quran dan sunnah Rasul saw dari buku-buku dan ceramah-ceramah.

Suatu hari, pemuda tadi mendengarkan radio yang membahas tentang
tujuan terbentuknya sebuah keluarga, yakni untuk membentuk keluarga
sakinah, mawaddah wa rahmah. Selama ini, pemuda atau dokter muda
yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis tersebut tidak
terlalu memperhatikan apa tujuan berkeluarga. Sang penyiar lalu
melantunkan sebuah ayat Al-quran.Iapun sering mendengar ayat dari

surat Ruum (30:21) tersebut : “Dan dari tanda-tandanya telah
Kuciptakan untukmu pasangan-pasanganmu agar kamu hidup tenang
bersamanya dengan bahagia dan cinta (mawaddah wa rahmah). Dan itu
adalah tanda-tanda bagi orang yang berakal”. Namun baru kali ini ia
memperhatikan, merasakan dan menghayati ayat tersebut. Membentuk
keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.

Sejak itu opininya tentang hidup berkeluargapun berubah. Ia lalu
mulai memperhatikan dan mencari calon istri. Singkat cerita,
akhirnya ia menikahi muridnya yang berpenampilan lain dari murid-
murid wanita lainnya, memakai gamis, berjilbab dan menjaga
pergaulannya. Kesibukannya mempelajari islam selama ini telah
membukakan hatinya dan memperoleh petunjuk dari Allah swt.

Di akhir pelajaran ustad kami menanyakan apa perbedaan antara
mawaddah dan rahmah. Jawaban kamipun bermacam-macam. Lalu ustadpun
menjelaskan, mawaddah adalah cinta dari seorang suami, sedangkan
rahmah adalah cinta dari seorang istri.

Sekarang jelas sudah, apa arti keluarga yang sakinah, mawaddah wa
rahmah. Bukan hanya berarti keluarga yang tenang dan bahagia saja,
tapi ada sesuatu dibalik itu, perlunya cinta yang diberikan oleh
suami kepada istri dan keluarga, dan cinta yang diberikan oleh istri
kepada suami dan anak-anak.

Ustad lalu menambahkan,tujuan berkeluarga yang lain adalah
mengurangi kesalahan bahkan kemaksiatan. Contohnya, jika sebelum
berkeluarga pemuda atau pemudi lajang dapat berpergian dengan bebas,
maka setelah berkeluarga kegiatan mereka menjadi terbatas.
Ada
prioritas lain yang harus mereka perhatikan, yakni keluarga.

Jadi, bila setiap anggota keluarga sibuk dengan kegiatan diluar
rumah tanpa memperhatikan keluarganya, lalu apa bedanya menikah
dengan tidak menikah? Mungkinkah tercipta keluarga sakinah, mawaddah
wa rahmah apabila setiap orang jarang bertemu dan berkomunikasi?

Karena tujuan berkeluarga sebagian orang telah berbeda dengan yang
Allah swt ajarkan kepada kita dalam
surat Ar Ruum, yakni menciptakan
keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Walau selama ini kita telah
sering membaca ayat tersebut dalam undangan-undangan pernikahan.

http://mujahid.wordpress.com/2006/11/02/sakinah-mawaddah-wa-rahmah/

Membunuh Rasa Jenuh

Membunuh Rasa Jenuh
November 2nd, 2006

Profesi sebagai ibu rumah tangga adalah profesi yang sungguh mulia. Namun ada kalanya dalam menjalankan tugas yang mulia ini seorang ibu rumah tangga merasakan adanya satu kejenuhan. Apakah kiranya penyebab kejenuhan itu dan bagaimanakah cara untuk mengatasinya ? Seringkali sebagai seorang ibu rumah tangga kita merasa jenuh terhadap tugas sehari-hari. Tugas yang harus diselesaikan rasanya banyak sekali : mengurus anaklah, suami, rumah, dan lain-lain. Sementara sebagai anggota masyarakat pun kita dituntut untuk memberikan peran positif yang tak kurang menyibukkan Apalagi jika ada kegiatan di luar rumah yang cukup melelahkan, seperti bekerja, studi, kursus bahasa, dan kegiatan lain. Sampai dirumah badan terasa penat, inginnya istirahat, sementara sejumlah pekerjaan yang tertunda telah menunggu. Semua sama-sama menuntut uluran tangan dan perhatian kita. Kita rasanya telah berbuat banyak, mengurus anak, suami, rumah tangga, dan lain-lain, tetapi yang didapat seolah-olah hanya letih. Seolah-olah tak seorangpun yang tahu kelelahan kita. Pekerjaan masih menumpuk, ada lagi dan ada lagi. Seolah-olah tak kunjung selesai, dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi. Karenanya kondisi ini sering membuat seorang wanita gampang tersinggung, suka cemberut, atau bahkan mudah marah.

Sebab-sebab kejenuhan

Bekerja dengan perasaan lelah dan jenuh sudah tentu mengakibatkan tak ada satupun pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan baik. Semuanya serba tanggung, capek, sudah pasti rapih pun tidak. Tak jarang hal ini membuat seorang ibu rumah tangga terperosok mengumpat pekerjaan yang dianggapnya terlalu banyak. · Benarkah pekerjaan tersebut menjemukan? · Benarkah upaya selama ini sudah maksimal dan mendapatkan hasil yang tak sesuai ? · Benarkan anak dan suami banyak menuntut? Hal ini tidak ada salahnya bila kita tela’ah dan kita koreksi kembali. Ibu rumah tangga tentu saja bukanlah malaikat. Banyak tugas dalam rumah yang dapat menjadikannya merasa jemu. Hanya malaikat yang tidak pernah mengalami degradasi semangat (dalam istilah bahasa arab: futur) dalam beribadah kepada Allah. Karena itu , jenuh merupakan hal yang wajar, hanya saja perlu diatasi dengan jalan yang sebaik-baiknya. Artinya, kejenuhan tidak mesti melahirkan sikap yang bertentangan dengan akhlak Islam. Rasulullah saw. Bersabda : `”Bagi tiap-tiap amal itu ada masa-masa jemunya, dan pada tiap-tiap masa jemu itu ada peralihannya. Barang siapa yang peralihannya itu kepada sunahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuk, dan barang siapa yang peralihannya kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat. (HR. Al Bazaar) Beberapa unsur penyebab utama timbulnya kejenuhan dan kemalasan bagi seorang ibu rumah tangga antara lain : 1. Kurangnya motivasi bekerja karena Allah dan lemahnya pemahaman bahwa bekerja dalam rumah tangga merupakan ibadah kepada Allah yang bernilai tinggi. Ketika motivasi kerja dalam rumah tangga bukan lagi mencari pahala disisi Allah, ketika itulah kemungkinan timbulnya kejenuhan menjadi besar. Motivasi lain yang mungkin timbul adalah, semata-mata mencari penghargaan dari suami, atau ingin mendapat pujian dari orang lain. Ketika tujuan-tujuan tersebut tidak didapat, maka kekecewaan yang timbul dapat mengakibatkan kejenuhan. Tetapi ketika Allah yang menjadi tujuan maka Allah tidak pernah menyia-nyiakan hambaNya. Kehidupan rumah tangga bagi seorang muslimah adalah bagian pengabdian tertingginya. Menyediakan keperluan suami, mengurus rumah tangga, melahirkan dan mendidik anak-anak, kesemuanya merupakan pekerjaan yang mulia yang berpahala. Manakala semua ini kurang dipahami, timbullah kejemuan dan kemalasan. 2. Bersarangnya penyakit hati Jenuh sering disebabkan adanya penyakit hati pada seseorang. Sering atau cepat merasa kesal kepada anak, teman, tetangga dan orang-orang di sekitar merupakan fenomena penyakit hati yang wajib segera diobati. Penyakit hati yang menonjol misalnya iri atau dengki serta cinta dunia seperti ingin hidup enak, mudah mendapatkan fasilitas dan merasa tidak senang melihat kemudahan yang dimiliki oleh orang lain. 3. Komunikasi antara suami dan istri yang kurang lancar Salah satu faktor penunjang terjalinnya hubungan antara suami dan istri yang harmonis adalah komunikasi yang lancar. Hal ini dapat terwujud ketika keterbukaan dan kelapangan dada dimiliki oleh masing-masing pribadi. Ganjalan-ganjalan dihati, ketidakpuasan atas sikap suami yang tidak tersampaikan akan menumpuk menjadi kekesalan dan perseteruan yang tidak berkesudahan. Karena itu pekerjaan rumah tangga akan dirasakan berat. 4. Keletihan setelah melakukan kegiatan di luar rumah
Para ibu rumah tangga yang mempunyai kegiatan lain di luar rumah, kegiatannya diluar tentunya sangat berpengaruh bagi rumahtangganya. Bertambahnya pekerjaan ekstra diluar, bukan berarti berkurangnya pekerjaan di dalam rumah. Tidak dapat dipungkiri kodrat wanita kurang dapat menerima kondisi ini, sehingga mudah ia merasa kesal dan jenuh dengan semakin banyaknya pekerjaan. Mengatasi kejenuhan Memahami sebab-sebab kejenuhan sudah merupakan setengah upaya mengatasinya. Dari sebab-sebab yangdiuraikan diatas tampaklah bahwa seorang muslimah insya Allah dapat mengatasi kejenuhan dalam rumahtangga dengan kiat-kiat berikut :
http://mujahid.wordpress.com/2006/11/02/membunuh-rasa-jenuh-2/#more-48

Model Keluarga Muslim Membangun Surga Kecil

” Model Keluarga Muslim Membangun Surga Kecil “
November 2nd, 2006


Rumahku Surgaku Ketika Rasulullah saw mengatakah; “Rumahku Surgaku”, beliau telah mengisyaratkan betapa strategisnya posisi keluarga dalam kehidupan masyarakat manusia. Keluarga, dalam pandangan Islam, adalah surga kecil. Dan ketika orang-orang Barat menganggap perkawinan dan keluarga sebagai “Neraka Kehidupan”, mereka justru masuk ke dalam neraka individualisme. Sebuah keluarga akan menjadi surga kecil jika ia memenuhi empat fungsi


1. Fungsi Fisiologis; 1. Tempat semua anggotanya mendapat tempat berteduh yang baik dan nyaman 2. Tempat semua anggotanya mendapat makan-minum-pakaian yang cukup Satu dari empat yang membuat orang bahagia, seperti sabda Rasulullah saw, adalah fungsi fisik ini: “Istri shaleh, rumah luas, kendaraan nyaman dan tetangga shaleh” (Al Hakim). Rumah luas itu melapangkan dada. Makanan yang bergizi menghilangkan lapar dan menyehatkan raga.



1. Tempat suami dan istri memenuhi kebutuhan biologisnya. 1. Fungsi Psikologis; 1. Tempat semua anggotanya diterima secara wajar dan apa adanya 2. Tempat semua anggotanya mendapatkan rasa aman dan nyaman 3. Tempat semua anggotanya mendapatkan dukungan psikologis bagi perkembangannya 4. Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri segenap anggotanya.Inilah makna khusus dari suasana surgawi keluarga, karena istri dan anak-anak adalah hiasan dunia kepada apa kita semua dibuat mencintainya. Bila orang bebas dari kelaparan dan aman dari ketakutan, orang akan beribadah dengan baik: “Maka hendaklah mereka (bangsa Quraisy) menyembah Pemilik rumah ini (Ka’bah), yang telah memberi mereka makan dari kelaparan dan memberi mereka rasa aman dari ketakutan.” (QS Quraisy:3-4) 1. Fungsi Sosiologis; 1. Lingkungan pendidikan pertama dan terbaik bagi segenap anggotanya 2. Unit sosial yang menjembatani interaksi positif antara individu-individu yang menjadi anggotanya dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar. Fungsi Dakwah; 1. Menjadi obyek pertama yang harus didakwahi oleh setiap dai. 2. Menjadi model keluarga muslim ideal bagi masyarakat Muslim maupun non-Muslim sehingga ia menjadi bagian menyeluruh dari pesona Islam. 3. Setiap anggotanya terlibat sebagai partisipan dakwah yang aktif dan kontributif 4. Memberi antibodi bagi segenap anggotanya dari virus kejahatan. Apakah Anda punya surga kecil ?

Dialog Suami Istri

Dialog Suami Istri
November 2nd, 2006
Mengapa Menikah ?Jawaban atas pertanyaan ini harus benar-benar disadari oleh setiap Muslim yang mau atau telah menikah. Ini menyangkut motif dalam bertindak. Nikah adalah ibadah; maka semua yang Anda lakukan mulai dari meminang, menggauli istri sampai menafkahi dan mendidik anak-anak adalah ibadah. “Nikah itu sunnahku.” Sabda Rasulullah saw.


Dan sebagaimana laiknya tujuah dari setiap ibadah, pernikahanpun harus berperan meningkatkan ketakwaan dan kesalehan Anda, yang tampak bersinar pada segenap sisi wajah kehidupan Anda; cara berpikir lebih baik, cara bertindak lebih baik, suasana emosional lebih stabil, bahkan karir dan kehidupan finansial yang juga lebih baik. Sebab Allah berfirman, “Jika mereka miskin, nanti Allah akan memberi mereka kekayaan dan keutamaan-Nya.” (QS An Nur: 32) Mengapa Memilihnya ?Tidak semua orang bisa menjawab pertanyaan ini, Walaupun jawabannya sangat mendasar dalam kehidupan perkawinan. Ini terkait dengan cinta dan penerimaan. Dorongan mencintai dan dicintai adalah fitrah paling dalam yang membuat setiap orang membutuhkan pasangannya. Sebesar rasa butuh Anda terhadap pasangan Anda, sebesar itu pula dorongan untuk merawat hubungan Anda dengan pasangan Anda. Tapi tak ada orang yang sanggup mencintai dengan kuat kecuali bila ia menerima pasangannya secara wajar dan apa adanya. Ini yang membuat kita seimbang dalam melihat sisi kuat dan sisi lemat hari pasangan kita. Inilah makna keseimbangan itu dalam sabda Rasulullah saw: “Janganlah seorang Mukmin mencampakkan seorang Mukminah, jika ia benci salah satu sikapnya, ia akan menyukai sikapnya yang lain.” Hubungan Yang ProduktifSebagaimana anak-anak merupakan buah cinta kasih, maka komunikasi hubungan perkawinan hanya akan langgeng jika masing-masing pasangan terus maju dan berkembang dalam hubungan itu. Inilah fungsi hakiki dari setiap hubungan yang produktif; penumbuhan dan pengembangan. Maka merawat hubungan sama dengan menumbuhkan pohon; kita harus mengembangkan pasangan kita; kadar pengetahuannya, keterampilannya, kepribadiannya, sikapnya dan semuanya. Orang hanya akan mencintai – dalam waktu dalam – orang yang bermanfaat bagi dirinya. Inilah arti manfaat dalam sabda Rasulullah saw: “Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi yang lain.” Nyatakan Cinta Dengan Segala CaraEkspresi cinta kita terhadap pasangan kita harus benar-benar lepas; dalam ucapan (verbal) maupun bahasa tubuh dan tindakan (non verbal). Seorang sahabat mencintai sahabatnya yang lain, maka Rasulullah saw menyuruhnya menyatakannya secara verbal kepada yang bersangkutan (Abu Dawud dan Tirmizi). Itu kepada sesama laki-laki. Apalagi kepada istri atau suami. Jika berada di rumah, Rasulullah saw sering membantu istrinya bekerja, kata Aisyah. Seimbang Dalam Memberi dan MenerimaBeri yang terbaik untuk mendapatkan yang terbaik. Orang yang membalik prinsip ini akan gagal dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Ibnu Abbas senang berhias agar tampak keren di depan istrinya. Itu karena, katanya: “Saya juga ingin ia kelihatan cantik di depanku”. Sukses Keluarga Adalah Tangga Menuju Sukses Sosial dan Profesi. Anda Mau Membuktikannya ?
http://mujahid.wordpress.com/2006/11/02/dialog-suami-istri/#more-46

Komukasi Suami Istri Membangun Jembatan Hati & Pikiran

Komukasi Suami Istri Membangun Jembatan Hati & Pikiran
November 2nd, 2006
(disalin dari makalah ringkas Ustadz Anis Matta, Lc)

Mengapa Menikah ?Jawaban atas pertanyaan ini harus benar-benar disadari oleh setiap Muslim yang mau atau telah menikah. Ini menyangkut motif dalam bertindak. Nikah adalah ibadah; maka semua yang Anda lakukan mulai dari meminang, menggauli istri sampai menafkahi dan mendidik anak-anak adalah ibadah. “Nikah itu sunnahku.” Sabda Rasulullah saw. Dan sebagaimana laiknya tujuah dari setiap ibadah, pernikahanpun harus berperan meningkatkan ketakwaan dan kesalehan Anda, yang tampak bersinar pada segenap sisi wajah kehidupan Anda; cara berpikir lebih baik, cara bertindak lebih baik, suasana emosional lebih stabil, bahkan karir dan kehidupan finansial yang juga lebih baik. Sebab Allah berfirman, “Jika mereka miskin, nanti Allah akan memberi mereka kekayaan dan keutamaan-Nya.” (QS An Nur: 32) Mengapa Memilihnya ?Tidak semua orang bisa menjawab pertanyaan ini, Walaupun jawabannya sangat mendasar dalam kehidupan perkawinan. Ini terkait dengan cinta dan penerimaan. Dorongan mencintai dan dicintai adalah fitrah paling dalam yang membuat setiap orang membutuhkan pasangannya. Sebesar rasa butuh Anda terhadap pasangan Anda, sebesar itu pula dorongan untuk merawat hubungan Anda dengan pasangan Anda. Tapi tak ada orang yang sanggup mencintai dengan kuat kecuali bila ia menerima pasangannya secara wajar dan apa adanya. Ini yang membuat kita seimbang dalam melihat sisi kuat dan sisi lemat hari pasangan kita. Inilah makna keseimbangan itu dalam sabda Rasulullah saw: “Janganlah seorang Mukmin mencampakkan seorang Mukminah, jika ia benci salah satu sikapnya, ia akan menyukai sikapnya yang lain.” Hubungan Yang ProduktifSebagaimana anak-anak merupakan buah cinta kasih, maka komunikasi hubungan perkawinan hanya akan langgeng jika masing-masing pasangan terus maju dan berkembang dalam hubungan itu. Inilah fungsi hakiki dari setiap hubungan yang produktif; penumbuhan dan pengembangan. Maka merawat hubungan sama dengan menumbuhkan pohon; kita harus mengembangkan pasangan kita; kadar pengetahuannya, keterampilannya, kepribadiannya, sikapnya dan semuanya. Orang hanya akan mencintai – dalam waktu dalam – orang yang bermanfaat bagi dirinya. Inilah arti manfaat dalam sabda Rasulullah saw: “Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi yang lain.” Nyatakan Cinta Dengan Segala CaraEkspresi cinta kita terhadap pasangan kita harus benar-benar lepas; dalam ucapan (verbal) maupun bahasa tubuh dan tindakan (non verbal). Seorang sahabat mencintai sahabatnya yang lain, maka Rasulullah saw menyuruhnya menyatakannya secara verbal kepada yang bersangkutan (Abu Dawud dan Tirmizi). Itu kepada sesama laki-laki. Apalagi kepada istri atau suami. Jika berada di rumah, Rasulullah saw sering membantu istrinya bekerja, kata Aisyah. Seimbang Dalam Memberi dan MenerimaBeri yang terbaik untuk mendapatkan yang terbaik. Orang yang membalik prinsip ini akan gagal dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Ibnu Abbas senang berhias agar tampak keren di depan istrinya. Itu karena, katanya: “Saya juga ingin ia kelihatan cantik di depanku”. Sukses Keluarga Adalah Tangga Menuju Sukses Sosial dan Profesi. Anda Mau Membuktikannya ?

http://mujahid.wordpress.com/2006/11/02/komukasi-suami-istri-membangun-jembatan-hati-pikiran/